Nasional
Presiden Prabowo Pimpin Panen Raya Nasional, Gubernur Sumut dan Bupati Sergai Tegaskan Komitmen Swasembada Pangan

MAJALENGKA, SERGAI, SuaraBorneo.com – Pemerintah pusat bersama pemerintah provinsi dan kabupaten menegaskan komitmennya dalam mewujudkan swasembada pangan nasional melalui kegiatan Panen Raya Serentak di 14 provinsi sentra produksi padi, Senin (7/4/2025).
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dari Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, dan diikuti secara virtual oleh seluruh daerah, termasuk Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumatera Utara.
Di Kabupaten Sergai, panen raya dipusatkan di Dusun I, Desa Paya Mabar, Kecamatan Tebing Tinggi. Hadir langsung Gubernur Sumatera Utara H. Bobby Nasution dan Bupati Sergai H. Darma Wijaya, yang ikut melakukan panen bersama para petani dan kelompok tani setempat.
Dalam arahannya secara virtual, Presiden Prabowo menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang menjaga ketahanan pangan nasional, khususnya menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Menurut Presiden, panen raya ini merupakan bukti nyata keberhasilan sektor pertanian dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan.
“Para petani adalah tulang punggung bangsa dan negara. Tanpa pangan, tidak ada negara. Tanpa pangan, tidak ada NKRI,” tegas Presiden Prabowo.
Presiden juga menekankan pentingnya peningkatan gizi masyarakat melalui asupan protein. Ia menginstruksikan Kementerian Pertanian untuk menurunkan harga daging, telur, dan susu agar lebih terjangkau. Selain itu, Presiden menetapkan harga pembelian gabah kering panen (GKP) sebesar Rp6.500 per kilogram sebagai upaya menjamin harga layak bagi petani dan memperkuat cadangan pangan nasional.
Ia juga mengingatkan pentingnya pengawasan ketat dalam tata niaga hasil panen. “Jangan korbankan petani dengan alasan rendemen, kadar air, atau kualitas. Pengusaha boleh untung, tapi jangan mencekik petani kita,” ujarnya tegas.
Gubernur Sumatera Utara H. Bobby Nasution dalam kesempatan itu menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi siap mendukung penuh arahan Presiden dengan memperkuat infrastruktur pertanian dan memastikan distribusi hasil pertanian berjalan lancar hingga ke tingkat desa.
“Ketahanan pangan tidak bisa dibangun sendiri, harus ada kolaborasi dari semua pihak. Kami di Sumut akan terus memperkuat peran petani dan meningkatkan nilai tambah sektor pertanian,” ujar Gubernur.
Senada dengan itu, Bupati Sergai H. Darma Wijaya menyebut kegiatan panen raya ini sebagai momentum memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten. Ia menegaskan komitmen Pemkab Sergai dalam menjaga keseimbangan ekosistem pertanian.
“Petani adalah kekuatan utama di balik ketahanan pangan. Pemkab Sergai terus mendorong peningkatan produksi, distribusi adil, serta perlindungan harga hasil panen bagi petani,” jelas Bupati yang akrab disapa Bang Wiwik.
Ia optimistis, dengan dukungan penuh pemerintah pusat dan provinsi, para petani Sergai akan semakin berdaya dan mampu menjadi pelopor swasembada pangan nasional.
Turut hadir dalam kegiatan ini Wakil Gubernur Sumut H. Surya, Pangdam I/BB Mayjen TNI Rio Firdianto, Danlantamal I diwakili Letkol Laut (KH) Drs. James Sagala, Kepala Perwakilan BI Provsu Rudy B. Hutabarat, Dirbinmas Poldasu Kombes Pol Yus Nuryana SIK, Ka. Bulog Sumut Budi Cahyanto, Wakil Ketua DPRD Provsu Salman Al-Farizi LC MA, Plt. Dirjen Perkebunan Heru Tri Widarto, serta para petani dan tokoh masyarakat. (Ynr/MCS)
Bagikan keJakarta
PP Tunas Bimbing Anak Mengakses Dunia Digital dengan Aman

JAKARTA, SuaraBorneo.com – Kehadiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP Tunas) bukan untuk melarang anak-anak mengakses internet, tapi justru membimbing mereka mengenal teknologi secara aman dan bertanggung jawab. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa pendekatan bertahap dalam PP ini seperti belajar naik sepedadengan roda bantu terlebih dahulu.
Menkomdigi mengungkapkan bahwa keterlibatan anak-anak dalam proses pembentukan PP Tunas sangat signifikan, dengan mendengarkan pendapat dari 350 anak.
“Ini merupakan komitmen kami bahwa aturan mengenai anak harus mengikutsertakan anak dalam prosesnya,” ungkap Menkomdigi Meutya Hafid dalam acara Sosialisasi dan Kampanye PP Tunas di Universitas Udayana (Unud), Bali, Minggu (13/4/2025).
Menkomdigi juga menyoroti pentingnya pelindungan bagi anak di ruang digital. Berdasarkan data dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC), selama empat tahun terakhir, Indonesia mencatatkan 5.566.015 kasus pornografi anak, menjadikannya sebagai yang terbanyak ke-4 di dunia dan ke-2 di ASEAN.
Selain itu, 48 persen anak-anak Indonesia mengalami perundungan online, dan sekitar 80.000 anak di bawah 10 tahun terpapar judi online.
“Data ini bukan sekadar angka, ini merupakan isu besar yang akan berdampak pada masa depan anak-anak di Indonesia. Kita tidak bisa tinggal diam melihat bagaimana ruang digital merusak anak-anak kita,” ungkap Menkomdigi.
Dengan terbitnya PP Tunas, Menkomdigi menegaskan bahwa itu adalah bentuk komitmen negara untuk melindungi generasi muda Indonesia. PP itu mengatur kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) seperti platform media sosial, game online, website, dan layanan keuangan digital untuk melakukan literasi digital dan melarang profiling anak untuk tujuan komersial.
Menkomdigi juga mengajak berbagai stakeholders, terutama sektor pendidikan, untuk berkolaborasi dalam implementasi PP Tunas. “Universitas Udayana adalah universitas pertama yang kami datangi setelah PP ini disahkan. Kami ingin berdiskusi langsung dengan civitas akademika untuk mendapatkan perspektif dan masukan terkait strategi komunikasi sosialisasi dari PP ini,” ujarnya.
Bali, lanjutnya, dipilih sebagai lokasi sosialisasi karena budaya kekeluargaan yang erat, yang dapat menjadi contoh bagi provinsi lain di Indonesia.
Rektor Universitas Udayana Prof. Ir. I Ketut Sudarsana, S.T., Ph.D menyampaikan apresiasi atas kunjungan Menkomdigi dan menegaskan bahwa Unud siap berkontribusi dalam membentuk SDM Indonesia yang lebih baik. “Kami memandang PP Tunas sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi anak-anak dari bahaya digital yang mengancam,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat, aman, dan beretika.
Dalam sesi diskusi dan tanya jawab, Dosen Fakultas Hukum Unud Edward Thomas Lamury Hadjon S.H., LL.M mengungkapkan apresiasi atas terbitnya PP Tunas, namun menyoroti perlunya kejelasan dalam Pasal 15 yang dianggap krusial bagi perlindungan anak.
“Pasal tentang wajib menentukan secara tegas pihak yang bertanggung jawab atas pemrosesan data pribadi anak sebaiknya diwajibkan langsung kepada PSE agar tidak dikelabui,” sarannya.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unud Dr. Tedi Erviantono, S.IP., M.Si menilai PP Tunas sebagai langkah positif dari Pemerintah. “Meskipun ada penyempurnaan, tapi pemerintah sudah ada upaya memproteksi generasi ini agar tidak sebebas-bebasnya mengakses konten yang belum sesuai dengan usianya,” ujarnya.
Sementara itu, Dr. Ni Made Swasti Wulanyani, S.Psi, M.Erg, Psi, Dosen Psikologi Fakultas Kedokteran Unud, berharap agar ke depan ada pasal yang mengatur tentang pertimbangan kesiapan mental seseorang dalam penggunaan teknologi digital.
Dengan demikian, PP Tunas diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat dalam melindungi anak-anak Indonesia di era digital, memberikan mereka kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan aman dan bertanggung jawab. [ad/ril]
Kaltara
Pemprov Kaltara dan UNHAS Cetak Doktor dari Kalangan ASN

MAKASSAR, SuaraBorneo.com – Kerjasama strategis antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Pemprov Kaltara) dan Universitas Hasanuddin (UNHAS) dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) Aparatur Sipil Negara (ASN) membuahkan hasil membanggakan. Program pendidikan doktoral di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNHAS, khususnya pada Program Studi Administrasi Publik, telah meluluskan sejumlah pejabat tinggi Pemprov Kaltara yang melaksanakan wisuda, Jumat, (11/04).
Gubernur Kalimantan Utara, Dr. H. Zainal Arifin Paliwang, S.H., M.Hum, menjadi salah satu tokoh yang telah menyelesaikan program doktoral ini. Disusul, Karo Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setprov Kaltara, Dr. Taufik Hidayat, S.TP., M.Si juga telah menyelesaikan studi doktoralnya beberapa bulan lalu.
Pada prosesi wisuda hari ini di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, 5 (lima) Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Pemprov Kaltara resmi menyandang gelar doktor.
Yakni, Dr. Ir. H. Syahrullah, M.P., yang menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Aparatur, Pelayanan Publik, dan Kemasyarakatan Setdaprov Kaltara, Dr. H. Mohammad Pandi, S.H., M.AP., Sekretaris DPRD Provinsi Kaltara, dan Dr. H. Iskandar Alwi, S.I.P., M.Si., Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (DKISP) Kaltara.
Selain itu, dua pejabat lainnya yang turut meraih gelar doktor adalah Dr. Ferdy Manurun Tanduklangi, S.E., M.Si., Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Kaltara, serta Dr. H. Usman, S.K.M., M.Kes., Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltara.
Syahrullah menyampaikan apresiasi mendalam kepada UNHAS atas dukungan akademik yang luar biasa serta Terima kasih kepada Gubernur Kaltara dan jajaran Pemprov Kaltara atas kepercayaan dan fasilitasi selama menempuh pendidikan doktoral.
“Ini bukti nyata keseriusan Pemprov Kaltara dalam meningkatkan kapasitas ASN, tidak hanya dalam praktik birokrasi, tetapi juga dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan kepemimpinan publik,” ujar Syahrullah.
Ia menambahkan, peningkatan kualitas SDM aparatur merupakan salah satu prioritas utama dalam mendorong tata kelola pemerintahan yang profesional dan berdaya saing.
“Kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Gubernur Kaltara atas dukungan, arahan, dan komitmen beliau dalam mendorong kami untuk terus belajar dan berkembang. Ini menjadi motivasi kuat bagi kami untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat,” tutupnya.
Kerjasama ini menjadi bagian dari visi jangka panjang Pemprov Kaltara untuk membangun birokrasi yang unggul, berbasis ilmu pengetahuan, serta berintegritas tinggi dalam melayani masyarakat. (mddkisp)
Bagikan keKaltara
Upaya Peningkatan Kualitas SDM, 5 Pejabat Pemprov Kaltara Berhasil Raih Gelar Doktor Unhas

MAKASSAR, SuaraBorneo.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) mengapresiasi sejumlah pejabat yang berhasil menuntaskan program Doktoral di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Jumat (28/2).
Berhasil merampungkan studi dengan baik dan tepat waktu, yakni selama 2 tahun 2 bulan, dan berhak menyandang gelar Doktor, 5 (lima) pejabat Pemprov Kaltara berhasil menyelesaikan program doktoral dalam bidang Administrasi Publik.
Kelima pejabat tersebut adalah Dr. H. Syahrullah Mursalin, Dr. H. Iskandar Alwi, Dr. Ferdy, Dr. H. Mohammad Pandi, dan Dr. H. Usman. Keberhasilan ini menjadi bukti nyata komitmen Pemprov Kaltara dalam meningkatkan kompetensi ASN guna mendukung tata kelola pemerintahan yang lebih profesional dan inovatif.
Sebelumnya, Kepala Biro Pemerintahan Setprov Kaltara, Dr. Taufik Hidayat juga telah merampungkan studi program doktor di Universitas Hasanuddin beberapa bulan lalu.
Pelaksanaan ujian tertutup dan promosi doktor berlangsung di Ruang Prof. Dr. HM. Syukur Abdullah, Unhas turut dihadiri Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kaltara, Dr. H. Suriansyah, MAP, yang bertindak sebagai tim penguji eksternal.
Dalam sambutannya, Suriansyah menyampaikan apresiasi yang tinggi atas keberhasilan kelima pejabat tersebut. Ia menegaskan bahwa pencapaian ini harus diimplementasikan dalam tugas dan tanggung jawab mereka sehari-hari.
“Keberhasilan ini tidak hanya membanggakan individu yang bersangkutan, juga menjadi inspirasi bagi ASN lainnya untuk terus meningkatkan kompetensi dan profesionalisme dalam menjalankan tugas. Dengan meningkatnya kualitas SDM, maka pelayanan publik di Kaltara akan semakin optimal,” ucap Suriansyah.
Sementara itu, Dr. H. Syahrullah Mursalin., mengungkapkan bahwa pencapaian gelar doktor ini bukan hanya menjadi kebanggaan pribadi, tetapi merupakan amanah yang harus diwujudkan dalam bentuk kontribusi nyata bagi Kaltara.
“Kami berharap ilmu yang telah kami dapatkan selama studi doktoral dapat diterapkan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan publik dan tata kelola pemerintahan di Kalimantan Utara,” ujar Syahrullah.
“Dengan pendekatan berbasis penelitian dan inovasi, kami ingin mendorong perbaikan dalam berbagai sektor, termasuk pelayanan publik, pengelolaan sumber daya daerah, serta pembangunan ekonomi yang berkelanjutan,” sambungnya.
Pencapaian tersebut diharapkan dapat memotivasi ASN di lingkungan Pemprov Kaltara untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan visi pemerintah dalam menciptakan birokrasi yang berkualitas, adaptif terhadap perubahan zaman, serta mampu memberikan solusi inovatif dalam tata kelola pemerintahan modern.
Pemprov Kaltara akan terus berupaya memberikan fasilitas dan kesempatan bagi ASN untuk meningkatkan kapasitas akademik mereka, sehingga dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat luas.
Mewakili mahasiswa Program Doktor Unhas, Syahrullah menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Gubernur Kaltara, Dr. H. Zainal A. Paliwang, SH., M.Hum dan Sekprov Kaltara, Dr. H. Suriansyah, M.AP atas segala dukungan selama pelaksanaan studi Program Doktor di Unhas.
Sebelumnya, Kepala Biro Pemerintahan Setprov Kaltara, Dr. Taufik Hidayat juga telah merampungkan studi program doktor di Universitas Hasanuddin. (mddkisp)
Bagikan keInternasional
Google Siap Dukung Aturan Perlindungan Anak Indonesia

PARIS, SuaraBorneo.com – 11 Februari 2025, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengungkapkan bahwa pemerintah akan menerapkan aturan yang lebih ketat untuk melindungi anak-anak dari paparan konten berbahaya, seperti pornografi anak dan perjudian online.
Hal itu disampaikannya dalam pertemuan dengan Wakil Presiden Kebijakan Publik YouTube, Leslie Miller, pada Minggu (10/2/2025), di Kantor Google Paris.
“Kami mengharapkan kerja sama dari Google untuk memastikan lingkungan online yang lebih aman bagi anak-anak Indonesia,” ujar Meutya.
Menurut Meutya, regulasi ini sangat diperlukan karena kasus pornografi anak dan perjudian online di Indonesia terus meningkat.
Data dari National Center for Missing and Exploited Children menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam empat besar negara dengan kasus pornografi anak tertinggi di dunia. Sementara itu, laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa pemain judi online usia di bawah 10 tahun mencapai 2 persen dari pemain, dengan total 80.000 orang.
Menanggapi hal tersebut, Leslie Miller menegaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar bagi produk Google, yaitu, YouTube, dan pihaknya siap mendukung inisiatif pemerintah Indonesia.
“Kami siap bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk memastikan platform kami lebih aman bagi semua pengguna, terutama anak-anak,” kata Leslie.
Pertemuan itu menjadi langkah penting dalam kolaborasi antara pemerintah Indonesia dan platform digital global untuk meningkatkan perlindungan anak di dunia maya. [ad/ril]
Bagikan keKalsel
Diskominfo Kalsel Berkomitmen Tingkatkan Kualitas SDM Melalui Pelatihan dan Sertifikasi CSCU

MALANG, SuaraBorneo.com – Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Dinas Komunikasi dan Informatika menyelenggarakan pelatihan Certified Secure Computer User (CSCU) sebagai bentuk komitmen dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dan Kinerja Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Selatan.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Selatan, Muhamad Muslim mengungkapkan tujuan dilaksanakan ujian ini untuk meningkatkan kemampuan dalam pengetahuan dan keterampilan untuk melindungi aset informasi dan cara meminimalisir kebocoran informasi-informasi.
“Kegiatan ini untuk membekali para pegawai dengan pemahaman mendasar tentang berbagai ancaman keamanan komputer dan jaringan yang saat ini marak terjadi,” ucapnya, Malang, Jumat (22/11/2024).
Beberapa materi yang disampaikan oleh Narasumber yaitu Keamanan Internet dan Email, keamanan data dan enkripsi, manajemen akses dan kata sandi, keamanan media sosial dan privasi serta keamanan perangkat seluler.
Muslim menuturkan program ini dirancang untuk secara interaktif mengajarkan kepada peserta tentang keseluruhan ancaman informasi dan meningkatan pemahaman praktis mengenai teknik-teknik pengamanan data dan informasi.
“Didalam mengawal urusan yang berkaitan dengan tanggung jawab dari Diskominfo pelatihan ini tidak hanya menambah kompetensi, wawasan dan pengetahuan, tetapi juga dapatt meningkatkan kesetaraan koneksitivitas dalam pekerjaan sehari-hari,” tuturnya.
Dirinya pun berharap semoga ilmu pada pelatihan CSCU yang didapatkan ini bisa didiseminasikan ke seluruh staf di Diskominfo dan masyarakat Kalimantan Selatan.
“Ini merupakan upaya kita untuk melakukan pencegahan, pengendalian dan merespon serangan-serangan yang berkaitan cyber,” pungkasnya. [ad/ril]
Bagikan keKalsel
Isu Naik Kelas, Optimalkan Jenama Pemprov Kalsel

JOGYAKARTA, SuaraBorneo.com – Pengelolaan isu publik dengan bantuan teknologi AI dapat mengoptimalkan strategi Government Branding (Jenama Pemerintah) yang dilakukan Pemerintah Daerah. Hal ini disampaikan pada acara Seminar “Isu Naik Kelas: Isu dan Government Branding” yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Selatan pada hari Selasa (15/10) malam di salah satu hotel di Yogyakarta.
Sekretaris Daerah melalui Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Muhamad Muslim mengatakan bahwa seminar ini bertujuan mewujudkan kebijakan komunikasi yang lebih terencana dan terarah, peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah, serta terciptanya citra yang positif dan profesional.
“Kombinasi antara strategi pengelolaan isu yang baik dan branding yang konsisten akan menghasilkan hubungan yang lebih harmonis antara pemerintah dan masyarakat,” terang Muslim saat memberikan sambutan kepada 80 peserta seminar yang berasal dari SKPD lingkup Pemprov Kalsel dan Dinas Kominfo Kabupaten/Kota se-Kalimantan Selatan.
Manajer PT. Indonesia Indicator Asrari Puadi sebagai narasumber pertama menyampaikan bahwa Kalimantan Selatan mendapatkan pemberitaan yang didominasi dengan sentimen positif. Adapun belakangan diterpa isu negatif terkait korupsi, namun per 13 Oktober 2024 lalu sudah menurun dan bergeser ke isu lain. Untuk itu, penting bagi Pemda memprediksi isu negatif sebelum menjadi krisis komunikasi dengan menggunakan bantuan teknologi Artificial Intelligent (AI).
“Ada 3 pemanfaatan AI untuk menangani komunikasi krisis Pemda, yaitu Automated Crisis Response and Communication untuk membuat chatbots dan konten otomatis, Predictive Simulation and Simulation Crisis Management untuk memprediksi dampak dan simulasi krisis, serta Decision Support untuk meminimalisasi risiko keputusan selama krisis,” tegas Asrari.
Menurut Asrari, pada era digital seperti sekarang, kepercayaan publik bukan sesuatu yang permanen, harus dirawat dan diperjuangkan setiap hari, karena satu kesalahan saja bisa menghapus semuanya, sehingga teknologi perlu dimanfaatkan sebaik mungkin untuk membantu merawat kepercayaan publik.
Sementara itu, Founder Government Communication Consulting Ani Natalia sebagai narasumber kedua menegaskan pentingnya membangun jenama pemerintah untuk membangun kepercayaan masyarakat, meningkatkan layanan publik dan menciptakan identitas daerah yang unik.
“Cara membangun jenama pemerintah harus dimulai degan Personal Branding dari individu kunci di pemerintahan, lalu dikembangkan dengan Regional Branding yang fokus kepada gambaran keseluruhan daerah, serta dilengkapi dengan Product Branding terhadap layanan yang dihasilkan atau mewakili daerah tersebut” kata Ani.
Dalam upaya membangun jenama pemerintah tersebut, Ani merangkum pentingnya 3 kunci utama, yaitu keyvisual, keyword, dan keysound. Akhirnya, seminar ditutup dengan sesi diskusi yang menyimpulkan adanya kebutuhan mendesak Pemprov Kalsel terhadap pemanfaatan AI dan penyusunan Pedoman/Petunjuk Teknis dalam mengelola komunikasi publik. [ad/ril]
Bagikan keNasional
MELAWAN LUPA, Sejarah Kelam Tragedi Nasional 1965 Potret Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Oleh : Ahmad Suhaili
Akhir bulan September hingga awal bulan Oktober merupakan masa paling kelam dalam sejarah bangsa Indonesia. Bahkan setiap tanggal 30 September, muncul berbagai himbauan untuk mengibarkan bendera merah putih setengah tiang dan menaikkannya menjadi satu tiang pada 1 Oktober. Hal ini dilatarbelakangi oleh sebuah gerakan yang terjadi pada 30 September 1965 dini hari dikenal dengan G30S/PKI yang kemudian menewaskan enam orang jenderal dan satu orang perwira Tentara Nasional Indonesia pada matra Angkatan Darat.
Namun, kekejaman itu tidak hanya berhenti di situ karena peristiwa yang terjadi selanjutnya jauh lebih kejam lagi untuk waktu yang sangat lama dan korban yang lebih banyak. Dalam rangka merefleksi pembunuhan massal pada tahun 1965-1966 sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat yang tak kunjung menemui titik terang dalam memberikan penyelesaian yang adil bagi korban dan keluarga korban.
Center for Legal Pluralism (CLeP) dan Human Rights Law Studies (HRLS) Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2022 kembali menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “Peristiwa 65 dan Prospek Keadilan atas Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu”
Kegiatan tersebut dibuka secara langsung oleh E Joeni Arianto Kurniawan, S.H., M.A., Ph.D. selaku Direktur CLeP FH UNAIR. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa diskusi seperti ini merupakan suatu rutinitas antara Center for Legal Pluralism (CLeP) dan Human Rights Law Studies (HRLS), khususnya dalam konteks merefleksikan Hari Kesaktian Pancasila.
Alih-alih mengikuti alur sejarah mainstream di Indonesia, melalui diskusi ini kedua pusat studi tersebut berusaha mendekonstruksi narasi sejarah yang sudah ada dan berusaha menggali lebih jauh seputar Peristiwa 65. Menurutnya, peristiwa 65 sendiri bisa disebut sebagai our darkest periods in Indonesian history. Salah satu periode sejarah paling kelam dalam perjalanan kita sebagai sebuah bangsa yang setidaknya menelan korban lebih dari 500.000 nyawa warga Indonesia tanpa proses peradilan. Beliau sendiri berharap bahwa penegakan hukum terhadap peristiwa 65 dapat menjadi tonggak penentu untuk menyikapi kejahatan hak asasi manusia di Indonesia, khususnya
dimasa lalu melalui pengadilan
HAM Ad Hoc.
Menurutnya, peristiwa pada tanggal 30 September 1965 tersebut terjadi karena
adanya dinamika politik pada rezim demokrasi terpimpin yang tidak stabil. Hal ini mengingat bahwa pada zaman tersebut, Soekarno berusaha untuk menyatukan tiga kekuatan politik besar yaitu, Nasionalis, Agamis, dan Komunis (NASAKOM). Terlebih lagi pada masa itu gerakan komunisme di Indonesia merupakan yang terbesar ketiga di dunia setelah Uni Soviet dan Tiongkok.
Kondisi ini kemudian juga diperparah oleh berbagai isu seperti wacana pembentukan angkatan kelima, konfrontasi Malaysia dan perebutan Irian Barat, perang dingin dengan doktrin Truman-nya, sampai krisis ekonomi. Fakta yang benar-benar tergambar dari peristiwa 65 tersebut meliputi enam Jenderal Angkatan Darat dan satu Perwira Angkatan Darat diculik dan dibunuh yang jenazahnya dibuang ke lubang buaya dengan disertai pendudukan kantor Radio Republik Indonesia dan adanya sebuah deklarasi.
Meski demikian, peristiwa tersebut masih menyisakan banyak misteri karena tidak adanya konsensus historis terkait siapa dan apa intensi dari peristiwa 65 sehingga memunculkan berbagai teori yang spekulatif siapa yang bertanggung jawab. Pertanyaan besarnya siapakah dalang dari peristiwa itu? Soekarno? Militer Angkatan Darat? Soeharto? PKI (Dipa Nusantara Aidit)? CIA? Tiongkok?
#Propaganda Orba
Struktur Sistematis dan Masif.
Peristiwa tersebut membuat dimunculkannya propaganda guna melemahkan posisi Soekarno sebagai upaya mendiskreditkan sebuah rezim. Propaganda tersebut mengakibatkan stigma munculnya sebuah konspirasi yang menjadikan gerakan komunisme sebagai kambing hitam guna melegitimasi pembersihan politik dari anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan loyalis Soekarno.
Hal tersebut tampaknya justru memunculkan peristiwa genosida yang menewaskan
500.000 – 3.000.000 korban jiwa yang terdiri dari anggota PKI, anggota organisasi afiliasi PKI (GERWANI, LEKRA, BTI, SOBSI dll), terduga simpatisan PKI, loyalis Soekarno, umat Islam Abangan, Ateis, dan Etnis Tionghoa. Adapun potret kekejian yang terjadi meliputi Non-Mechanized Violence berupa pembunuhan berdarah dingin untuk menghapus orang dengan ideologi atau diduga memiliki ideologi tertentu sampai keakarnya-akarnya, kekerasan seksual berupa pemerkosaan massal, penelanjangan, penyiksaan seksual, dll sebagai bentuk propaganda terkait imoralitas Gerwani, dan penahanan politik bagi mereka yang tidak berafiliasi secara langsung tanpa proses peradilan (extrajudicial detention).
Berbagai propaganda dan potret kekejian tersebut tampaknya juga masih bisa dirasakan pada masyarakat Indonesia seperti impunitas dan penyensoran sejarah, politik identitas anti-komunisme, dan kriminalisasi berlebihan.
#Jalan Panjang Menuju Rekonsiliasi Nasional.
Simposium Nasional“Membedah Tragedi 1965 – Pendekatan Kesejarahan” yang diselenggarakan di Hotel Aryaduta, Jakarta Selasa (19/4/2016) merekomendasikan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat tragedi 1965 melalui jalur rekonsiliasi.
Ketua Panitia Pengarah Letnan Jenderal TNI
Purnawirawan Agus Widjojo dalam simposium “Membedah Tragedi 1965 – Pendekatan Kesejarahan” mengatakan, sangat kecil kemungkinan untuk menyelesaikan kasus 1965 lewat pengadilan karena banyak pelaku dalam peristiwa tersebut yang telah meninggal dunia. Belum lagi penyelesaikan melalui pengadilan akan memakan waktu lama dan biaya yang sangat besar. Yang paling sangat realistis ujar Agus adalah menyelesaikannya melalui rekonsiliasi, yaitu secara non yudisial.
Dalam rekonsiliasi tersebut pengungkapan kebenaran tetap dilakukan tetapi tidak melalui jalur judisial atau proses pengadilan, dan hanya berupa pengakuan bahwa peristiwa 1965 memang benar terjadi. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) ini menegaskan bahwa rekonsiliasi itu penting dilakukan demi kepentingan bangsa dan negara dan bukan individu.
“Tantangan rekonsiliasi bukan dengan tantangan regulasi, bukan tantangan pembuktian. Tantangan terbaru kita untuk mencapai rekonsiliasi adalah bagaimana kita melepas masa lalu, putuskan hubungan kita dengan masa lalu,” kata Agus.
Lebih lanjut Agus menambahkan rekonsiliasi antara korban dan pelaku tragedi 65 akan berhasil jika semua pihak sudah berdamai dengan masa lalunya masing-masing. Sebagaimana diketahui Agus adalah putra Mayjen Anumerta Sutoyo Siswomiharjo, salah satu dari tujuh jenderal TNI yang dibunuh dalam peristiwa kudeta tahun 1965, dan kemudian dinobatkan sebagai pahlawan revolusi.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan HAM, Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, pemerintah sedang kembali menyusun Rancangan Undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2007.
Jika RUU itu telah disahkan, akan dibentuk semacam komisi kebenaran untuk menyelidiki dan melaporkan pelanggaran masa lalu. Harkristuti menyayangkan pembatalan UU itu oleh Mahkamah Konstitusi sebelumnya, yang membuat sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu tidak tuntas, termasuk kasus 1965. Menurutnya rekonsiliasi bukan proses yang instan.
“Ini bukan suatu kondisi hukum,bukan suatu tribunal tetapi rekonsiliasi. Itu sebabnya saya mengangkat kembali isu ini (KKR) membuat rancangan Undang-undangnya mungkin Menkopolhukam bisa menyampaikan,” papar Harkristuti.
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KONTRAS, Feri Kusuma mengatakan, rekonsiliasi pemerintah itu tidak menjawab permasalahan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk tragedi 1965. Apabila kasus pelanggaran HAM berat tidak diselesaikan atau tidak diungkap siapa pelakunya, berpotensi mengulangi peristiwa serupa di masa depan.
Apabila kasus pelanggaran HAM berat tidak diselesaikan, tidak diungkap siapa pelakunya potensi keberulangan peristiwa yang sama sangat besar. Nah disitulah esensi kenapa kita tetap konsisten meminta negara dalam hal ini pemerintah untuk menyelesaikan proses hukum.
Sebelumnya, anggota Dewan Pengarah Pengadilan Rakyat Internasional Reza Muharram mengatakan Presiden Joko Widodo harus menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat – termasuk peristiwa 1965 – secara tuntas. Penyelesain kasus 1965 harus dilakukan secara yudisial dan non yudisial.
Secara yudisial, pemerintah – dalam hal ini Kejaksaan Agung – harus menindaklanjuti hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) yang menyebut telah terjadi kejahatan kemanusiaan pada peristiwa atau tragedi 1965. Reza Muharram menilai pemerintah juga harus minta maaf kepada korban yang sudah cukup lama menderita.
Secara non yudisial, Presiden Jokowi – ujar Reza – harus mampu dan berani menginstruksikan dibentuknya komisi kepresidenan yang akan mengumpulkan semua data-data yang ada sehubungan dengan pelanggaran HAM yang terjadi tahun 1965, sekaligus memfasilitas kesaksian korban yang masih hidup dan mengalami kekerasan fisik maupun psikis.
#Pengakuan negara.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui sejumlah pelanggaran HAM berat masa lalu yang pernah terjadi di Indonesia.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat, ” kata Joko Widodo.
Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu dan akan memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegaskan penyelesaian yudisial.
Presiden Jokowi mengakui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang pernah terjadi di Indonesia. Sikap tersebut diambil setelah pemerintah mendapatkan rekomendasi dari Tim Non-Yudisial Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat.
Meskipun begitu Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani menilai pernyataan Presiden Jokowi tak lebih dari sekadar aksesori politik. SETARA Institute menyesalkan ketiadaan pengungkapan kebenaran secara spesifik perihal siapa-siapa aktor di balik 12 kasus yang telah dianalisis oleh Tim PPHAM.
Berikut 12 kasus pelanggaran HAM berat
yang diakui Presiden Jokowi :
1. Peristiwa 1965-1966
Sepanjang 1965–1966, sejumlah besar orang yang dituduh komunis mengalami penangkapan, penahanan tanpa proses hukum, penyiksaan, perkosaan, kekerasan seksual, kerja paksa, pembunuhan, hingga penghilangan paksa.
Dari hasil penyelidikan Komnas HAM, sekitar 32.774 orang diketahui telah hilang dan beberapa tempat diketahui menjadi lokasi pembantaian para korban. Sementara itu, beberapa riset menyatakan bahwa korban lebih dari 1,5-3 juta orang.
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985.
Penembakan misterius atau Petrus yang terjadi sepanjang 1982-1985 mengakibatkan sejumlah besar orang yang dianggap preman ditembak secara misterius hingga meninggal dunia. Operasi ini dilakukan pemerintah Orde Baru untuk menertibkan mereka yang dianggap liar. Namun, sering kali penentuan sasaran itu dilakukan dengan hanya melihat penampilan luar sang target.
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989.
Peristiwa Talangsari menyebabkan 130 orang meninggal dan mengakibatkan terbakarnya 109 rumah hingga berbagai bentuk kekerasan lainnya dari aparat terhadap warga.
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989.
Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis merupakan peristiwa penyiksaan aparat ABRI terhadap warga Aceh selama masa konflik pada 1989–1998. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis Lainnya terjadi di masa Aceh dalam status Daerah Operasi Militer (DOM) pada 1989–1998.
5. Peristiwa penghilangan
orang/aktivis secara paksa 1997-1998.
KOMNAS HAM mencatat 14 orang yang telah menjadi korban penghilangan orang secara paksa yang sampai dengan sekarang belum dapat diketahui nasibnya. Mereka adalah Yani Afrie, Sony, Herman Hendrawan, Dedi Hamdun, Noval Alkatiri, Ismail, Suyat, Petrus Bima Anugerah, Wiji Thukul, Ucok Munandar Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Naser.
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
Kejadian ini menelan korban 1.190 jiwa sepanjang 13-15 Mei 1998. Korban-korban tersebut termasuk 85 perempuan-khususnya etnis Tionghoa menjadi korban perkosaan secara berkelompok, dan ratusan gedung-gedung dirusak dan dibakar.
Kasus ini terjadi di 88 lokasi di Jakarta, Bekasi, Tangerang, serta beberapa tempat di Bandung, Solo, Klaten, Boyolali, Surabaya, Medan, Deli, Simalungun, Palembang, Padang.
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999.
Pada 12 Mei 1998, aparat melakukan penembakan terhadap empat orang mahasiswa Universitas Trisakti, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie. Sementara itu, korban luka mencapai 681 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Selanjutnya, sepanjang 8–14 November 1998, aparat kembali melakukan kekerasan kepada mahasiswa. Saat itu, para mahasiswa menolak Sidang Istimewa MPR karena dinilai inkonstitusional. Aparat lewat penembakan dengan peluru tajam yang mengakibatkan 18 orang mahasiswa meninggal.
8. Peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999.
Peristiwa ini merupakan pembunuhan terhadap ratusan orang yang dianggap berprofesi menjadi dukun santet di Banyuwangi. Peristiwa ini berlangsung pada Februari-September 1998.
9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999.
Pada 3 Mei 1999, terjadi sebuah konflik di Aceh yang disebut nama Tragedi Simpang KKA (Simpang Kraft) atau yang juga dikenal dengan nama Insiden Dewantara atau Tragedi Krueng Geukueh. Tragedi Simpang KKA yang terjadi di Kecamatan Dewantara, Aceh, tersebut bermula dari kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI.
10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002.
Pada 13 Juni 2001, terduga aparat Korps Brigade Mobil melakukan penyerbuan kepada warga sipil di Desa Wondiboi, Wasior, Manokwari, Papua. Penyerbuan ini dipicu dari terbunuhnya lima anggota Brimob dan satu warga sipil di markas perusahaan PT Vatika Papuana Perkasa oleh terduga Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka.
11. Peristiwa Wamena, Papua 2003.
Tragedi ini telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa sebanyak 33 orang, korban luka 53 orang, bangunan milik masyarakat yang rusak dan terbakarnya sebanyak 530 unit, rusaknya 238 unit kendaraan dan 17 unit gedung milik pemerintah.
12 Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Peristiwa ini berawal saat Desa Jambo Keupok yang diduga menjadi basis Gerakan Aceh Merdeka. Dalam operasinya, anggota TNI Para Komando bersama dengan Satuan Gabungan Intelijen melakukan tindak kekerasan terhadap penduduk sipil seperti penangkapan, penghilangan orang secara paksa, penyiksaan, dan perampasan harta benda.
Puncaknya, ratusan pasukan militer membawa senjata laras panjang dan beberapa pucuk senapan mesin mendatangi Desa Jambo Keupok pada 17 Mei 2003. Tak kurang dari 16 orang penduduk sipil meninggal setelah disiksa, ditembak, bahkan dibakar hidup-hidup, serta lima orang lainnya turut mengalami kekerasan oleh aparat.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 18 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) se-Indonesia khawatir dan memprediksi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyampaikan pengakuan, penyesalan, dan jaminan ketidakberulangan terhadap 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia, hanyalah ilusi dan berhenti sebagai retorika kosong yang terus diulang. YLBHI mendesak pengakuan dan penyesalan tersebut harus dibuktikan secara konkret melalui proses hukum tindakan dan keputusan-keputusan strategis.
Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM) menyatakan negara harus hadir menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu secara berkeadilan dan mencegah terulangnya pelanggaran HAM di masa yang akan datang. Upaya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu serta pencegahan terulangnya pelanggaran HAM di masa yang akan datang tentu saja harus didukung oleh seluruh elemen lembaga-lembaga negara.
Berbagai komitmen dan dukungan dari lembaga negara ini tentunya akan menjadi dukungan dan modal sosial yang besar untuk merumuskan langkah-langkah politik kebijakan terkait penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Oleh karena itu, untuk memastikan dukungan dan modal sosial ini dapat didorong agar muncul rumusan langkah-langkah politik kebijakan terkait penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.
Berangkat dari pengalaman konstelasi fakta sejarah kelam masa lalu sudah setengah abad lebih berlalu dalam perjalanan rentang waktu yang panjang pada lintasan generasi tentunya
kita sesama anak bangsa sepakat dan mengharapkan peristiwa pelanggaran HAM berat tidak terulang kembal pada masa kini dan masa mendatang di Bumi Nusantara Baru Indonesia Maju******
Penulis : wartawan
SuaraBorneo.com
-
Kalsel9 bulan ago
Dibuka Jokowi dan Iriana, Acil Odah Turut Hadiri Hari Anak Nasional di Papua
-
Kalsel9 bulan ago
Kalsel Raih Penghargaan Komunitas Informasi Masyarakat Terinovatif 2024
-
Jakarta8 bulan ago
BMKG: Waspada Potensi Hujan Deras Angin Kencang dan Petir
-
Kaltara8 bulan ago
Bahas Isu Sosial Ekonomi Perbatasan pada Disertasinya, Gubernur Peroleh Predikat Cumlaude
-
Balikpapan12 bulan ago
Idulfitri 1445 H, Indosat Ooredoo Hutchison Catat Lonjakan Trafik Data Sebesar 17%
-
Banjarmasin8 bulan ago
KPw BI Kalsel Gelar Green Seminar 2024, Peran Strategis Kalimantan dalam Transformasi Ekonomi Hijau Di Indonesia
-
Kalsel9 bulan ago
Pelantikan KBB Provinsi Bali, Gubenur dan Acil Odah Disambut Antusias Warga Banjar